My awesome top bar
My awesome top bar

Sekuritisasi Aset: Alternatif Pendanaan Infrastruktur

Di tengah kondisi ekonomi dunia yang masih lesu dan berbalut ketidakpastian, pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan bisa berada di level 5 persen-5,1 persen. Di dalam kelompok G-20, realisasi pertumbuhan ekonomi sebesar ini merupakan yang tertinggi ketiga.

Meski begitu, dibandingkan dengan negara lain di Asia lainnya, seperti India, Vietnam, dan Filipina, realisasi pertumbuhan Indonesia ini masih tertinggal. Ketiga negara ini mampu tumbuh di atas 7 persen. Dengan kata lain, realisasi pertumbuhan ini masih jauh dari potensi yang dimilikinya. Sehingga, harus terus didorong dan dimaksimalkan.

Mengapa Indonesia membutuhkan pertumbuhan yang lebih tinggi dari yang tercipta saat ini? Tentu, tidak terlepas dari bonus demografi yang sedang dinikmati Indonesia saat ini yang dicirikan dengan usia muda dan produktif yang menyebabkan jumlah pencari kerja tiap tahunnya terus meningkat.

Saat ini, setidaknya jumlah pencari kerja yang masuk ke pasar tenaga kerja mencapai 2 juta orang tiap tahunnya. Sementara, setiap satu persen pertumbuhan ekonomi yang tercipta hanya bisa menyerap tenaga kerja sekitar 200-300 ribu orang. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang tercipta saat ini belum mampu menyerap semua pencari kerja itu.

Alhasil, yang tidak terserap akan menjadi penganggur baru. Namun, sebagian di antaranya daripada menganggur akhirnya memilih ‘banting setir’  untuk bekerja di sektor-sektor informal, seperti ojek online.

Sektor informal ini memang turut berkontribusi mengurangi pengangguran. Hal ini tecermin dari turunnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Agustus 2016 sebesar 530 ribu orang menjadi 5, 61 persen (yoy) dibandingkan Agustus 2015 sebesar 5,81 persen (yoy). Namun, perlu dicatat sektor informal ini tidak memberikan kontribusi bersar terhadap perbaikan kualitas pertumbuhan dan perekonomian secara keseluruhan.

Oleh sebab itulah, dibutuhkan kebijakan agar penciptaan lapangan kerja  yang terjadi bersifat formal dan terjadi secara besar-besaran. Di sinilah, sektor padat karya, seperti manufaktur terus didorong.

Sayangnya, sejak tahun  2004, kontribusi sektor manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus menciut dan pertumbuhannya selalu berada di bawah pertumbuhan PDB.

Indonesia pun telah sejak lama mengalami proses deindustrilisasi. Padahal, negara yang perekonomiannya maju dan berkembang akan sangat sangat ditopang oleh kuatnya sektor manufakturnya.

Selain sektor manufaktur, sektor yang sangat potensial menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, tetapi belum dimaksimalkan, seperti sektor pertanian, sektor pariwisata, dan sektor kelautan dan perikanan.

Dukungan Infrastuktur

Namun, untuk dapat mendorong sektor-sektor padat karya itu, maka sangat dibutuhkan sejumlah prasyarat. Salah satunya tersedianya dukungan infrastruktur yang andal dan memadai.

Sejauh ini, memang terjadi perbaikan dari kondisi infrastruktur. Hal ini tecermin dari Global Competitiveness Index (GCI) 2016-2017 yang dirilis Word Economic Forum (WEF) Oktober lalu.

Indeks daya saing infrastruktur Indonesia naik dari peringkat 80 (2015) menjadi 60 (2016). Meski begitu, masih relatif tertinggi dibandingkan dengan negara sekawasan, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.

Membaiknya indeks daya saing infrastruktur tidak dapat dilepaskan dari komitmen pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. Komitmen ini dapat dilihat dari kebijakan pemerintah untuk menyederhanakan perizinan dan kenaikan alokasi belanja infrastruktur.

Terciptanya infrastruktur akan berdampak positif terhadap perekonomian. Sejumlah studi telah mengonfirmasi hal ini. Calderon (2011) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berhubungan positif dan signifikan dengan stok dan kualitas infrastruktur di suatu wilayah.

Alternatif Pembiayaan

Meski begitu, dengan posisi Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelago), maka dibutuhkan waktu untuk bisa menciptakan keterhubungan (konektivitas). Selain itu, dibutuhkan juga pembiayaan yang sangat besar.

Berdasarkan kajian Bapennas sepanjang tahun 2014-2019, total investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan berbagai infrastruktur diperkirakan mencapai Rp 5.519 triliun.

Kapasitas pembiayaan melalui APBN sangat terbatas. Hanya sekitar 10-15 persen dari total investasi tersebut. Apalagi, di tengah kelesuan ekonomi seperti saat ini, kapasitas APBN makin terbatas.

Untuk itu dibutuhkan alternatif pembiayaan. Sektor swasta menjadi garda terdepan. Namun, sektor swasta hanya tertarik untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur yang memiliki prospek baik dan menguntungkan. Padahal, banyak wilayah di Indonesia yang tidak sesuai dengan kriteria yang diminta swasta.

Itulah sebabnya, kondisi seperti ini harus diambilalih oleh BUMN. Meski begitu, kapasitas permodalan BUMN juga terbatas. Apalagi, tahun 2017, BUMN tidak lagi menerima penyertaan modal negara (PNM) yang bisa digunakan untuk meningkatkan leverage.

Namun, hal itu jangan membuat BUMN putus asa. Masih banyak ceruk pembiayaan alternatif yang bisa digunakan. Salah satunya melalui sekuritisasi aset yang dapat ditransaksikan melalui pasar modal.

Apalagi, saat ini, banyak BUMN memiliki aset-aset produktif yang dapat dimanfaatkan untuk mengenerate pembiayaan.

Sekuritisasi aset sendiri merupakan proses transformasi aset yang tidak likuid menjadi likuid dengan cara pembelian aset keuangan dari kreditor asal (originator) dan penerbitan EBA.

Di Indonesia, sekuritisasi aset ini berbentuk badan hukum kontrak kolektif investasi (KIK) Efek Beragun Aset (EBA) yang dikelola oleh Manager Investasi.

Sejauh ini, masih segelintir BUMN yang memanfaatkan sekuritisasi aset ini. Salah satunya PT Bank Tabungan Negara, Tbk yang menyekuritisasi tagihan KPR dari nasabahnya.

Oleh sebab itu, ajakan Presiden Jokowi dalam forum Kompas 100 CEO (24/11) agar BUMN bisa memanfatkan sekuritisasi aset untuk membiayai infrastruktur pantas direalisasikan. Apalagi, sekuritisasi aset ini memberikan keutungan lebih dibandingkan, misalnya obligasi, baik bagi penerbit maupun bagi investor.


Kembali

Kembangkan Skala Finansial Anda

Investasi Sekarang

Jangan biarkan kesempatan berlalu, kami siap membantu anda meraih masa depan yang lebih baik.

Daftarkan diri anda melalui online form kami atau jika anda membutuhkan informasi lebih, biarkan petugas kami yang menghubungi anda.


Form Investasi     Hubungi Saya